ADVOKAT MUDA MINTA MK TEGASKAN KEWAJIBAN MEMATUHI PUTUSAN MK

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materiil UU No 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman), dan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan), Selasa (22/11) di ruang sidang MK. Pemohon perkara teregistrasi Nomor 105/PUU-XIV/2016  tersebut adalah Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI).

Para pemohon mengajukan uji materiil Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 47 UU MK, Pasal 29 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 7 ayat (2) huruf l UU Administrasi Pemerintahan. Menurut pemohon, pasal-pasal tersebut terkait dengan kewajiban mematuhi putusan MK.

Pasal 10 ayat (1) UU MK menyatakan,

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk : a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Memutus pembubaran partai politik; dan d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.

Pasal 47 UU MK menyatakan,

“Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum”;

Pasal 29 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan,

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk : a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Memutus pembubaran partai politik; dan d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Pasal 7 ayat (2) huruf l UU Administrasi Pemerintahan menyatakan,

Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban: l. Mematuhi Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Salah satu Pemohon, Saeful Anam, menyatakan asas putusan MK adalah res judicata (putusan hakim harus dianggap benar). Selain itu, putusan MK juga bersifat res judicata pro veritate habetur (apa yang diputus hakim harus dianggap benar dan harus dilaksanakan).

Namun, menurutnya,  fakta di lapangan Putusan MK banyak yang bersifat non-excutiable (tidak dapat dijalankan). Pemohon menilai tidak cukup apabila hanya menekankan pada asas self respect dan kesadaran hukum kepada pihak manapun, baik pemerintah, pejabat publik, perseorangan, badan hukum, dan pihak lain yang terkait untuk melaksanakan putusan MK.

“Untuk itu, perlu upaya paksa dalam usaha melaksanakan Putusan MK. Mesti tercantum secara langsung melalui pasal-pasal yang berkaitan kekuatan mengikat Putusan MK,” jelasnya dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.

Nasihat Hakim

Menanggapi permohohonan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengkritisi jumlah pemohon yang tidak hadir seluruhnya dalam persidangan. Menurutnya, FAMI terdiri dari 26 advokat, namun yang hadir tak sampai sejumlah itu. “Ini bisa saya maknai sebagai ketidakseriusan dalam proses permohonan. Karena anda  tidak memakai kuasa hukum sehingga semua Pemohon mesti hadir,” ujarnya.

Apabila semua pemohon tidak dapat hadir, Suhartoyo menyarankan agar permohonan diperbaiki sehingga tidak semua anggota FAMI menjadi pemohon prinsipil. “Bisa dibagi ada yang menjadi pemohon prinsipil dan ada menjadi kuasa hukum. Sehingga nanti tak semua mesti hadir dan cukup diwakilkan pada kuasa hukumnya,” imbuhnya.

Adapun Wahiduddin meminta Pemohon mempertajam legal standing-nya dengan memperjelas kerugian konstitusional yang dialami. “Misal FAMI ini apa, tujuannya apa. Kenapa bisa concern dalam hal seperti ini?” jelasnya.

Link : ADVOKAT MUDA MINTA MK TEGASKAN KEWAJIBAN MEMATUHI PUTUSAN MK

 

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verifikasi Bukan Robot *