KESIAPAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN DI WILAYAH KECAMATAN KAMAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK (PROPOSAL PENELITIAN)

  1. JUDUL PENELITIAN

KESIAPAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

DI WILAYAH KECAMATAN KAMAL

DALAM RANGKA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

[STUDI YURIDIS SOSIOLOGIS TERHADAP PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PELAYANAN PUBLIK]

  1. LATAR BELAKANG

Reformasi telah menghasilkan perubahan-perubahan baik dalam sistem ketatanegaraan maupun perangkat hukum baik yang ada dipusat maupun didaerah. Konsep otonomi daerah yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian dirubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 salah satu nilai filosofinya adalah semakin mendekatnya pelayanan pemerintah kepada masyarakat, oleh karena itu pemerintah tidak hanya dituntut responsif akan tetapi diharapkan sensitif terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat yang ada di daerah tidak terkecuali terhadap hal yang berkaitan dengan pelayanan prima. Responsif dalam artian bahwa Pemerintah diharapkan tanggap terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat yang telah hangat dibicarakan oleh masyarakat. Sensitif adalah Pemerintah diharapkan dapat mengetahui terhadap keinginan-keinginan masyarakat yang belum menjadi pembicaraan yang belum muncul di ruang publik.

Pelayanan publik merupakan pilar dasar penyelenggaraan Pemerintah yang berbasis kerakyatan.1) Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan publik (public service) yang baik merupakan bagian penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Semua kalangan masyarakat tentu sangat menginginkan adanya pelayanan prima yang mengedepankan demokrasi, transpransi, akuntabilitas, responsibilitas dengan paradigma baru (the new paradigm) yakni berubahnya birokrasi sebagai pangreh menjadi abdi alias pelayan masyarakat. Apabila birokrasi telah sadar akan kedudukanya sebagai pelayan masyarakat, maka tidak akan ada persoalan yang berkaitan dengan pelayanan serta akan memuaskan pihak-pihak yang dilayani. Tuntutan tersebut semakin berkembang seirama dengan tumbuhnya kesadaran bahwa warga negara memiliki hak untuk dilayani dan kewajiban pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan.

Pelayanan publik merupakan aktivitas atau kegiatan organisasi publik yang dilakukan oleh aparaturnya dengan memberikan jasa-jasa atau kemudahan-kemudahan dalam rangka mengmalkan dan mengabdikan diri kepada publik atau masyarakat. Tetapi dalam prakteknya terdapat masalah yang dirasakan masyarakat bahwa saat ini terdapat patologi dan stigma birokrasi pelayanan publik, antara lain: aparat pelayanan lebih menampilkan diri sebagai majikan daripada pelayan, lebih mementingkan diri-sendiri daripada masyarakat yang harus dilayani, lebih berorientasi pada status quo dari pada peningkatan pelayanan, lebih memusatkan pada kekuasaan dan cenderung menolak perubahan serta lebih mementingkan prosedur daripada subtansi.

Format kebijakan otonomi daerah yang ada pada saat ini menandai awal dari suatu perubahan fundamental dalam paradigma penyelenggaraan pemerintahan di negeri ini.2) Kalau pada pemerintahan orde baru, pembangunan menjadi misi terpenting pemerintah (developmentalism) dan pemerintah yang pada masa itu menjadikan dirinya sebagai pusat kendali proses pembangunan (sentralistik), serta sedikit sekali kewenangan yang menjadi kebutuhan pemerintah daerah diberikan kepada daerah, sehingga daerah tidak dapat mengembangkan potensi yang ada, dan pada akhirnya daerah-daerah cenderung stagnan/sulit untuk berkembang. Namun pasca demokrasi digulirkan, maka semua itu harus bereposisi diri yakni diberikannya kewenangan kepada daerah-daerah yang menjadi kebutuhan daerah terutama permasalahan pelayanan dan pemberdaya masyarakat yang ada didaerah. Karena peningkatan pelayanan merupakan hal yang sangat esensial guna mendorong atau menunjang dinamika interaksi kehidupan masyarakat, baik sebagai sarana untuk memperoleh hak-haknya, maupun sebagai sarana kewajiban masyarakat sebagai warga Negara yang baik.3)

Penyeleggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih ditemukan banyak kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Diberbagai tempat masih terdapat berbagai macam keluhan-keluhan baik yang dilaporkan secara langsung maupun melalui media-media yang ada sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Pergeseran fungsi pemerintah yang pada dasarnya sebagai abdi masyarakat cendrung terabaikan, sehingga citra yang digulirkan oleh masyarakat adalah pemerintah sebagai ancaman bagi kehidupan masyarakat. Padahal harus diingat bahwa fungsi pemerintah yakni adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.4)

Suatu penerintahan akan berjalan dengan baik apabila dikontrol oleh kekuatan-kekuatan politik atau organisasi massa.5) Namun, bila kekuatan-kekuatan politik dan organisasi massa tersebut kurang mampu menjalankan fungsi-fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat, apalagi tidak ditunjang dengan adanya proses pengambilan keputusan (rule making) dan pengontrolan pelaksanaan keputusan yang baik, maka hal ini dapat mengakibatkan kekuasaan birokrasi menjadi semakin besar. Apabila kekuasaan birokrasi lebih besar, akan memungkinkan aparat birokrasi dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi, sehingga dapat mengokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan negara. Oleh karena itu, perlu adanya alat pengendali bagi aparat birokrasi dalam menggunakan dan menjalankan kekuasaannya baik yang bersifat normatif maupun yang bersifat legalistik. Akan tetapi alat pengendali yang berupa legalistic dan normative (peraturan perundang-undangan) harus juga sesuai dengan yang diharapkan bersama, yakni masyarakat dan aparat pemerintah pada umumnya.

Di Jawa Timur perdebatan pengaturan tentang pelayanan publik sangat alot dan relatif memakan waktu yang cukup lama.6) Berbagai macam pandangan bermunculan, ada yang mengatakan bahwa pengaturan tentang pelayanan publik tidak perlu diatur dalam bentuk peraturan daerah, alasannya belum adanya payung hukum yang dapat dijadikan dasar pembentukan peraturan daerah tersebut, serta cukup diatur dalam serpihan dan pecahan Undang-Undang yang terdapat subtansi hukum tentang peran serta masyarakat. Disisi yang lain terdapat desakan untuk segera dibentuknya peraturan daerah tentang pelayanan publik di Jawa Timur yakni untuk meredam kekosongan hukum yang berkaitan dengan pelayanan publik, karena memang belum ada yang mengatur secara spesifik hal yang berkaitan dengan pelayanan publik, sehingga masyarakat dapat berlindung dibawah payung hukum yang jelas apabila terdapat pelayanan yang kurang prima yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik. Disisi yang lain ada yang mengatakan keberadaannya tidak perlu berbentuk Peraturan Daerah, akan tetapi cukup dengan Intruksi Gubernur, mengingat Undang-Undang tentang pelayanan publik juga dibahas di DPR, namun sampai hari ini belum disahkan menjadi Undang-Undang (hanya sebatas Rancangan Undang-Undang Pelayanan Publik), bagaimana jikalau nantinya Peraturan Daerah yang disahkan bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik, apakah begitu saja akan menghapus Peraturan Daerah yang telah ada, padahal tidak sedikit dana yang dikeluarkan untuk pembuatan satu produk hukum yang berupa peraturan daerah.

Setelah melalui perbincangan yang cukup lama, akhirnya pemerintah propinsi Jawa Timur bertekad untuk membentuk Peraturan Daerah tentang pelayanan publik dengan segala konsekuensi logis yang akan dihadapi. Konsekuensi yang akan dihadapi adalah salah satunya belum siapnya penyelenggara pelayanan publik untuk melaksanakan asas-asas yang terkandung dalam Peraturan Daerah tentang Pelayanan Publik, mengingat kemampuan yang ada di setiap daerah tidak sama. Alasan yang menjadi dasar dibentuknya Perda pelayanan publik oleh pemerintah Propinsi Jawa Timur adalah bahwa pelayanan merupakan pilar dasar penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis kerakyatan.7) Alasan tersebut dijadikan alasan bagi dibentuknya perda pelayanan publik adalah atas berbagai keluhan-keluhan baik langsung maupun tidak yang dilakukan oleh kalangan masyarakat.

Konsekuensi dari dibentuknya Perda Pelayanan Publik, maka dibentuk juga Komisi Pelayanan Publik (KPP) yang merupakan lembaga yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Adapun yang menjadi fungsi dari Komisi Pelayanan Publik adalah menerima pengaduan dan bertugas mengadakan verifikasi, memeriksa dan menyelesaikan sengketa pelayanan publik serta memberikan saran atau masukan baik diminta maupun tidak kepada Kepala Daerah dan Penyelenggara Pelayanan Publik dalam rangka memperbaiki kinerja pelayanan melalui DPRD. Untuk itu masyarakat dapat melakukan pengaduan apabila terdapat pelayanan dari pihak penyelenggaraan pelayanan publik yang tidak memuaskan pelanggan untuk mendapat penyelesaian. Disini masyarakat diberikan kelelusaan untuk melaporkan segala pelayanan yang diberikan oleh pemerintah apabila dirasa kurang atau bahkan tidak memuaskan.

Atas dasar itulah maka diharapkan pemerintah propinsi Jawa Timur dapat menuntaskan segala persoalan yang berkaitan dengan pelayanan prima sehingga akan tercipta iklim kualitas pelayanan yang baik yakni mendapatkan pengakuan dari pihak-pihak yang dilayani. Pengakuan ini bukan dari aparatur akan tetapi dari customer/pelanggan.8) Karena harus dipahami bahwa keberhasilan suatu organisasi tidak akan bisa dapat dinilai dari orang dalam struktur organisasi yang bersangkutan, akan tetapi orang diluar organisasi yang bersangkutan yang dapat memberikan penilaian terhadap kinerja yang telah dilakukan. Inilah yang dinamakan check and balance dimana terdapat pihak yang memberikan penilaian terhadap kinerja sutu birokrasi, dimana yang melakukan penilaian adalah masyarakat.

Tidak terkecuali setelah dibentuknya Peraturan Daerah tentang Pelayanan Publik, maka semua daerah yang masih merupakan territorial Jawa Timur diwajibkan melaksanakan konsep pelayanan prima yang sudah digariskan oleh Perda Nomor 11 Tahun 2005 yang dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik.

Kabupaten Bangkalan yang juga merupakan bagian dari Pemerintah Jawa Timur, maupun daerah-daerah yang lain yang juga masih didalam teritorial Jawa Timur diwajibkan dapat melaksanakan Pelayanan Publik yang sudah digariskan dalam Peraturan Daerah tentang Pelayanan Publik. Namun kendala-kendala yang dihadapi pemerintah daerah tentu masih banyak, mengingat tingkat kesiapan pada masing-masing daerah sangat beragam, untuk itu diperlukan sosialisi yang mantap guna mengantisipasi hal-hal yang dapat menghambat pelaksanaan pelayanan prima di Jawa Timur. Peranserta masyarakat juga akan sangat berarti dalam mengawal era pelayanan yang berbasis kerakyatan seperti yang telah diinginkan bersama.

Pelayanan publik yang diartikan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga Negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik harus dapat dilaksanakan di seluruh penjuru Propinsi Jawa Timur. Namun disitu pasti terdapat faktor-faktor penghambat pelaksanaan pelayanan prima yang diharapkan bersama. Untuk itu harus ada semacam perlawanan maupun mencari formula yang tepat guna meminimalisir berbagai macam hambatan, tantangan maupun ancaman yang dapat menghambat terselenggaranya pelayanan publik yang prima di Jawa Timur pada umumnya dan tentunya tidak akan lepas dari peran serta dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun organisasi kemasyarakatan yang ada demi terciptanya pelayanan publik yang prima.

Berdasarkan ilustrasi singkat diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti tingkat kesiapan, faktor-faktor penghambat dan cara mengantisipasi ketidaksiapan Pemerintah Kabupaten Bangkalan di wilayah Kecamatan Kamal dalam rangka meningkatkan pelayanan prima seperti yang telah digariskan oleh Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 11 Tentang Pelayanan Publik.

  1. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam program kreativitas ini diantaranya:

  1. Bagaimana kesiapan Pemerintah Kabupaten Bangkalan di wilayah Kecamatan Kamal dalam rangka meningkatkan Pelayanan Publik?
  2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat Pemerintah Kabupaten Bangkalan di wilayah Kecamatan Kamal dalam rangka meningkatkan Pelayana Publik?
  3. Bagaimana cara mengantisipasi ketidaksiapan Pemerintah Kabupaten Bangkalan di wilayah Kecamatan Kamal dalam rangka meningkatkan Pelayana Publik?
  1. TUJUAN

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan program kreativitas ini adalah:

  1. Untuk menjelaskan kesiapan Pemerintah Kabupaten Bangkalan di wilayah Kecamatan Kamal dalam rangka meningkatkan Pelayanan Publik.
  2. Untuk mengetahui factor-faktor penghambat Pemerintah Kabupaten Bangkalan di wilayah Kecamatan Kamal dalam rangka meningkatkan Pelayanan Publik.
  3. Untuk dapat menjelaskan cara-cara untuk mengantisipasi ketidaksiapan Pemerintah Kabupaten Bangkalan di wilayah Kecamatan Kamal dalam rangka meningkatkan Pelayanan Publik.
  1. MANFAAT

Adapun manfaat dari program kreativitas ini dibagi menjadi dua bagian, diantaranya:

  1. Manfaat Teoritis
    1. Untuk meneliti keefektifan suatu peraturan perundang-undangan yang telah dibuat.
    2. Untuk pengembangan bidang ilmu hukum terutama yang berkaitan dengan Kebijakan Publik
  2. Manfaat Praktis
    1. Agar dapat dijadikan media sosialisasi terhadap PERDA Prop. Jatim No.11 Tentang Pelayanan Publik.
    2. Untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Bangkalan di wilayah Kecamatan Kamal dalam pelaksanaan pelayanan yang prima.
    3. Agar masyarakat sadar akan posisi dan eksistensinya sebagai sarana kontrol bagi pelaksanaan otonomi yang ada di daerah.
  1. TINJAUAN PUSTAKA

Pelayanan publik merupakan issue penting yang berkembang disela-sela persoalan demokratisasi yang bergulir di masa reformasi adalah masalah “kemampuan pemerintah daerah” dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di daerah. 1) Masalah ini menjadi penting, terutama bila dikaitkan dengan gerak desentralisasi, yang sudah sempat dipicu oleh terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Banyak kalangan ragu atau mempersoalkan apakah dengan adanya otonomi daerah maka dengan sendirinya pemerintah daerah akan mampu memberikan layanan yang baik.

Pelayanan yang diartikan sebagai usaha maupun upaya apa saja yang dapat mempertinggi kepuasan pelanggan (whatever echances customer satisfaction).2) selain itu membangun kesan yang dapat memberikan citra positif dimata pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali atau terjangkau bagi pelanggan yang membuat pelanggan terdorong dan termotifasi untuk bekerja sama dan berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima.

Adapun yang menjadi tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakat/pelanggan pada umumnya. Untuk mencapai itu diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitas/mutu pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan. Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan dari kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.3)

Ketika kebijakan sudah berpihak pada kepentingan masyarakat termasuk dalam hal pelayanan publik, maka diperlukan perangkat kelembagaan sebagai pelaksana dari kebijakan tersebut. Oleh karenanya perangkkat kelembagaan yang dibentuk oleh pemerintah daerah pun mestinya mengacu pada kebutuhan masyarakat. Peran serta masyarakat ataupun aspirasi masyarakat (termasuk dalam mendapatkan pelayanan publik) dapat tertampung dalam proses penataan organisasi di daerah merupakan hasil dari evaluasi kelembagaan yang dilakukan oleh birokrasi sendiri melalui metode scoring yang dikumpulkan dari masing-masing instansi.

Tidak responsifnya birokrasi pelaksana pelayanan publik akan berdampak pada berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan publik. Pengembangan SDM dituntut untuk menghasilkan aparat-aparat birokrasi yang memiliki kemampuan yang memadai dalam perumusan dan pelaksana kebijakan pemerintah termasuk dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu diusahakan peningkatan SDM agar dapat melakukan peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan yang sangat mendasar dalam kelangsungan pemerintahan.4)

Untuk dapat menciptakan SDM yang berkualitas dalam memberikan pelayanan publik juga harus diperkuat oleh mekanisme kerja yang adil dan memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk berkompetisi dalam memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat. Mekanisme reward dan punishment mungkin bisa jadi suatu alternatif sehingga aparat yang memang berprestasi dan penuh inisiatif dalam memberikan pelayanan tentu akan mendapat reward yang lebih baik disbanding dengan aparat yang tidak berprestasi.

Birokrasi sebagai wujud organisasi sektor publik tidak terlepas dari prngaruh perubahan paradigma pelayanan. Mutu yang diberikan aparatur birokrasi akan sangat menentukan kelangsungan hidup birokrasinya, dan mutu pelayanan yang diberikan sangat ditentukan oleh pengguna atau yang berkepentingan dengan jasa layanan (stake holders).5) Untuk itu diperlukan suatu kinerja yang berbasis kerakyatan guna menunjang efektifitas birokrasi pemerintahan dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai abdi Negara dan abdi masyararakat.

Ada berbagai pendapat yang mendefinisikan tentang kinerja suatu organisasi, perbedaan mungkin akan mewarnai dan cukup signifikan tentang pengertian dari suatu organisasi, misalnya Jakson dan Mogan (1978) mengemukakan bahwa kinerja kinerja pada umumnya menunjukkan tingkat tujuan yang telah ditentukan sebelumnya yang hendak dicapai. Rule and Byar (dalam Keban6)) menyebutkan bahwa kinerja (performance) didefisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau (the degree of accomplishment) atau kinerja merupakan tingkat pencapaia tujuan organisasi secara berkesinambungan. Sementara itu, Salusu mengatakan bahwa kinerja juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi yang penyelenggaraan sesuatu (performance, how well you do a piece of work or activity) serta memberi batasan mengenai performan adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu dari organisasi kepada organisasinya.7)

Cakupan dan cara mengukur indikasi berhasil tidaknya suatu pelayanan sangat diperlukan untuk menetukan apakah suatu pelayanan sudah memenuhi keinginan dan kehendak masyarakat atau bahkan sebaliknya, sehingga ketepatan pengukuran seperti cara atau metode pengumpulan data untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan dalam penilaian akhir kinerja. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.8) Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas, sehingga seuatu pemerintah daerah dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti atau indikator-indikator atau ukuran-ukuran capaian yang mengarah pada pencapaian misi. Cara yang dapat dipakai adalah dengan melihat sejauh mana adanya kesesuaian antara program dan kegiatannya.

Semakin adanya kejelasan organisasi publik itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi dan peraturan organisasi, maka kinerjanya dinilai semakin baik. Akuntabilitas publik menunjuk bahwa seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat (elected officials). Konsekwensinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut, karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.9) Dalam konteks ini maka kinerja organisasi publik dinilai baik apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar kegiatannya didasarkan pada upaya-upaya untuk memenuhi harapan dan keinginan para wakil-wakil rakyat. Semakin banyak tindak lanjut oragnisasi atas harapan dan aspirasi pejabat politik, maka kinerja organisasi tersebut dinilai makin baik.

  1. METODE PELAKSANAAN
  2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam program kreativitas ini adalah pendekatan yuridis sosilogis terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik

  1. Sumber Data

Sumber data didapat dari hasil wawancara baik birokrasi yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik maupun masyarakat sebagai penerima pelayanan publik.

  1. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
  2. Teknik pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penulisan program ini adalah menggunakan teknik wawancara baik terbuka maupun terstruktur terhadap para pemberi pelayanan, masyarakat serta pihak-pihak terkait di wilayah kecamatan Kamal.

  1. Teknik pengolahan Data

Pengolahan data dalam penulisan program ini adalah menggunakan teknik pengolahan dokumentasi, yakni mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan sehingga dijadikan rujukan dalam pembuatan tulisan ini.

  1. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode induksi, yakni dengan mnelihat hal-hal yang bersifat khusus kemudian ditarik ke hal-hal yang bersifat umum.

DAFTAR PUSTAKA

Hadjon, Philipus M. 2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Keban, 1994, Pengantar Administrasi Publik, Yogyakarta, UGMP

  1. Dun, Wiliam. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

SD, Soenerko. 3003. Public Policy (Pengertian Pokok Untuk memahami dan Analisa Kebijaksanaan Pemerintah). Surabaya: Airlangga University Press

Sunarno, Siswanto. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Salusu, 1996,Pengambilan Keputusan Startegik Untuk Organisasi Publik Non Profit, Yogyakarta, Garasindo, 1996

Tjandra, W. Riawan, dkk. 2005. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945  Amandemen

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik

Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik

1) Penjelasan Umum Perda Jatim Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik

2) W. Riawan Tjandra, dkk. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik. Yogyakarta. Pembaruan. 2005: Hal. 36

3) Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2006:   Hal. 3

4) Soenarko SD, Publik Policy [Pengertian pokok Untuk Memahami dan Analisa Kebijaksanaan Pemerintah], Surabaya, Airlangga University Press, 2003: Hal 23

5) Penjelasan Umum Perda Jatim Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik

6) Jawa Pos, 5 Juli 2005

7) Penjelasan Umum Perda Jatim Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik

8) W. Riawan Tjandra, Loc Cit. Hal.12

1) Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2006:   Hal. 56

2) W. Riawan Tjandra, dkk. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik. Yogyakarta. Pembaruan. 2005: Hal. 3

3) W. Riawan Tjandra, dkk. Ibid. Hal. 4

4) Soenarko SD, Publik PolicyPengertian pokok Untuk Memahami dan Analisa Kebijaksanaan Pemerintah, Surabaya, Airlangga University Press, 2003: Hal 42

5) W. Riawan Tjandra, dkk. Opcit. Hal. 12

6) Keban, Pengantar Administrasi Publik, Yogyakarta, UGMP,1994: Hal. 56

7) Salusu, Pengambilan Keputusan Startegik Untuk Organisasi Publik Non Profit, Yogyakarta, Garasindo, 1996: Hal. 72

8) W. Riawan Tjandra, dkk. Opcit. Hal.39

9) Siswanto Sunarno, Opcit, Hal. 74

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verifikasi Bukan Robot *