Oleh :
Saiful Anam, SH*
Hukum dan keadilan seperti hotel bintang lima,
terbuka secara sama bagi siapa pun tanpa terkecuali,
baik tamu miskin maupun bagi tamu kaya,
asal saja mereka sanggup membayarnya.
(Dr. Munir Fuady, SH., MH., LL.M)
Banyak keinginan dan harapan yang suci dari para mahasiswa fakultas hukum yang akan atau sedang menempuh studi di universitas maupun sekolah tinggi ilmu hukum, yang tentunya mengharapkan dirinya masuk jurusan ilmu hukum agar kelak setelah tau hukum agar mampu menegakkan keadilan di lingkungan masyarakat sekitar. Harapan itu mungkin akan berkobar-kobar pada saat akan dan mulai masuk pertama kali di fakultas hukum. Tapi tidak setelah semester 2 sampai terakhir, tidak jarang dari mereka yang merasa masygul ketika melihat kenyataan hukum yang terjadi di sekitar masyarakat tidak sama dengan yang mereka pernah dapatkan di bangku perkuliahan.
Pada masa berikutnya harapan itu mulai terkikis hingga pada akhirnya terjadi suatu kejumudan berfikir tentang hukum. Tidak jarang dari mereka sudah tidak percaya lagi terhadap apa yang telah di pelajarinya sendiri. Hingga paling parahnya adalah muncul rasa dan keinginan dari para mahasiswa fakultas hukum bahwa percuma saja mempelajari hukum yang sangat begitu ideal, karena sudah tidak mampu lagi mencerminkan keadilan hukum yang sebenarnya. Untuk itu kadang tidak jarang dari mereka yang merasa berdosa karena telah bergabung dalam lingkungan fakultas hukum, yang mereka telah merasa tau hukum, tapi tidak mampu berbuat sesuai dengan yang telah di pelajarinya.
Hal yang sama juga terjadi terhadap masyarakat yang berkeinginan mencari keadilan di lembaga-lembaga peradilan. Niat suci yang timbul dari benak sang pencari kedilan justru tidak jarang pupus di tengah jalan. Kesewenang-wenangan hukum dan penyalahgunaan hukum yang sangat lebih dominan mewarnai penegakan hukum yang berkeadilan. Untuk itu sudah tidak jarang pula masyarakat yang sudah tidak percaya lagi terhadap hukum, hingga pada akhirnya penyelesaian peristiwa-peristiwa dan kasus-kasus hukum tidak lagi diselesaikan melalui mekanisme formal, karena beranggapan bahwa hukum bukan akan menyelesaikan masalah akan tetapi justeru akan menambah masalah baru yang berkepanjangan.
Contoh diatas merupakan sebagian dari praktek dan potret betapa sulitnya keadilan di tegakkan. Oleh sebab itu maka mutlak di mengerti dan dipahami tentang arti dan makna keadilan yang sebenarnya, agar dalam pelaksanaan tidak terjadi perdebatan tentang ukuran-ukuran adil atau tidaknya suatu peristiwa hukum atau kasus tertentu. Dalam tulisan ini di coba menjelaskan tentang pengertian dan fungsi keadilan, teori tentang ukuran-ukuran keadilan, macam-macam keadilan dan keadilan teori keadilan menurut hukum.
Ada beberapa alasan kenapa sebenarnya manusia dari waktu kewaktu begitu gencar mencari keadilan, diantaranya:
- secara deontologist etika, karena keadilan sudah menjadi hak dari seseorang.
- jawaban kaum utilitarian, bahwa keadilan merupakan nilai dasar yang harus dipertahankan untuk dapat dilaksanakannya kebaikan yang sebesar-besarnya atau kesenangan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
- jawaban kaum historian atau kaum sosiologis, bahwa keadilan memang kebutuhan dalam masyarakat sepanjang masa.
- jawaban kaum psikologis, bahwa keadilan merupakan kebutuhan jiwa manusia.
- jawaban kaum agamis, bahwa keadilan merupakan kehendak dan tuntunan Ilahi terhadap manusia
Kata “keadilan” berasal dari kata “adl” yang berasal dari bahasa Arab. Dalam bahasa Inggris di sebut dengan “justice” memiliki persamaan arti dengan:
- justicia, dalam bahasa Latin
- jeuge, Justice (f) dalam bahasa Prancis
- juez (m), justicia (f) dalam bahasa Spanyol
- reichter (m), gerechtigkeit (f) dalam bahasa Jerman
Persoalan keadilan dapat timbul dalam hubungan dan interaksi antara :
- individu dengan individu lainnya
- individu dengan masyarakat/kelompok masyarakat
- individu dengan otoritas kekuasaan/Negara
- individu dengan alam semesta
Berdasarkan sedikit penjelasan diatas, maka keadilan dapat diartikan sebagai nilai (value) untuk menciptakan suatu hubungan yang ideal diantara manusia sebagai individual, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai bagian dari alam, dengan memberikan kepada manusia tersebut apa yang menjadi hak dan kebebasannya menurut hukum dan moral, yang bila perlu harus dipaksakan berlakunya oleh Negara dengan memperlakukan secara sama terhadap hal yang sama dan memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang berbeda.
Agar suatu hukum dapat tdikatakan adil, maka terdapat beberapa ukuran-ukuran, ukuran-ukuran keadilan itu diantaranya :
- Ukuran hukum alam dan positifisme
Ukuran hukum alam mendasarkan keadilan pada pandangan yang lebih tinggi dari (trancendent) dari pikiran manusia, juga dengan akal sehat (reason). Sedangkan keadilan berdasarkan paham positivisme adalah menjalankan aturan yang berlaku secara baik dan benar.
- Ukuran absolute dan relative
Ukuran absolute adalah keadilan yang berlaku kapan dan dimana saja. Begitu sebaliknya dengan ukuran relatif yang berarti keadilan akan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan tempat dan waktu.
- Ukuran umum dan konkret
Ukuran umum (universal) adalah ukuran tanpa batas, dimana saja dan kapan saja. Sedangkan Konkret tergantung pada keunikan setiap kasus.
- Ukuran metafisik dan empiris
Ukuran metefisik adalah keadilan terbit bukan dari fakta dalam masyarakat, akan tetapi manakala dilaksanakan hak dan kewajiban berdasarkan rasio manusia secara deduktif. Sedang ukuran empiris berdasarkan fakta social dalam kenyataannya.
- Ukuran internal dan eksternal
Ukuran ekternal adalah keadilan sebagai suatu cita yang tinggi dan dari mana keadilan berasal atau dibentuk. Sedangkan secara internal adalah menelaah keadilan dalam batas-batas ruang gerak dari keadilan itu sendiri.
- Ukuran pengetahuan dan intuisi
Ukuran pengetahuan adalah ukuran melalui teori dalam ilmu pengetahuan. Sedang intuisi ukuran berdasarkan perasaan keadilan dan perasaan ketidak adilan.
* Alumni Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo