PROBLEM SELEKSI KOMISIONER OJK
Panitia Seleksi (Pansel) Pemilihan Calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2017-2022 telah selesai menyelenggarakan tahapan demi tahapan seleksi mulai dari tahap I (seleksi administratif), tahap II (penilaian masukan dari masyarakat, rekam jejak, dan makalah), tahap III (assessment center dan pemeriksaan kesehatan) dan tahap IV (afirmasi/wawancara). Seleksi tersebut dilakukan guna mengisi jabatan Dewan Komisioner OJK periode 2012-2017 yang akan segera berakhir pada pada 23 Juli 2017 mendatang.
Proses berikutnya sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pansel akan menyampaikan 21 nama kepada Presiden. Presiden kemudian menyaring kembali menjadi 14 nama untuk diajukan kepada DPR guna memilih 7 nama untuk selanjutnya diangkat dan ditetapkan oleh Presiden sebagai calon terpilih Anggota Dewan Komisioner OJK.
Sebagaimana diketahui Dewan Komisioner OJK terdiri dari 9 anggota, 7 anggota dipilih oleh DPR berdasarkan calon yang diusulkan oleh Presiden. Sedangkan 2 anggota masing-masing diangkat dan ditetapkan Presiden berdasarkan usulan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan, yang keduanya merupakan Ex-officio dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
Menurut pandangan dan analisa penulis, pelibatan campur tangan DPR dalam pengisian dan pemilihan Dewan Komisioner OJK sangatlah berlebihan, hal itu setidaknya dipengaruhi 3 hal, Pertama OJK merupakan lembaga independen yang lepas dari campur tangan dari pihak manapun termasuk kepentingan politik didalamnya, karena fungsi dan peran OJK sebagai lembaga yang bersifat mengatur, mengawasi, memeriksa terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan. Sehingga dengan demikian pelibatan DPR dalam hal pemilihan Dewan Komisioner OJK sangatlah tidak dibutuhkan sama sekali, terkecuali dalam hal pengawasan dalam rangka menjalankan fungsi OJK dalam praktek dilapangan.
Kedua, OJK bukanlah lembaga Negara utama (primer) sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945. OJK hanya merupakan bagian dari lembaga negara penunjang atau badan penunjang yang berfungsi untuk menunjang fungsi alat kelengkapan Negara lainnya, atau lembaga dimaksud sering disebut sebagai States auxiliary organ/agency. Sehingga dalam sistem pemerintahan Presidensil proses seleksinya murni merupakan hak dan kewenangan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan untuk mengadakannya.
Ketiga, kedudukan OJK yang bukan merupakan bagian dari Pejabat Negara sebagaimana diatur oleh Pasal 122 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara maupun Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Kedudukan OJK yang bukan merupakan Pejabat Negara mengandung konsekwensi hukum bahwa baik dalam rekrutment, pengangkatan dan pertanggungjawabannya merupakan kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.
Dengan berdasar pada 3 pertimbangan diatas, maka hemat penulis tidak perlu pelibatan DPR dalam pengisian jabatan Dewan Komisioner OJK, selain 3 alasan sebagaimana telah disebutkan diatas, OJK juga bukanlah lembaga yang berkaitan dengan Politik secara langsung seperti halnya lembaga-lembaga ekskutif lainnya, sehingga dalam proses rekrutmennyapun tidak perlu pelibatan DPR apalagi dalam penentuan Dewan Komisioner OJK peran dan fungsi DPR sangat signifikan yakni memilih anggota Dewan Komisioner OJK yang diajukan oleh Presiden.
Mencari Sistem Seleksi
Menurut Logemann Pengisian jabatan (staatsorganen, staatsambten) merupakan salah satu unsur penting dalam mempelajari Hukum Tata Negara. Hal itu dikarenakan tanpa adanya pejabat (ambtsdrager), fungsi-fungsi jabatan (ambt) negara tidak mungkin dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Untuk itu diperlukan sistem mekanisme dan tata cara pengisian jabatan yang mengatur secara rinci dan komprehensif, sehingga pejabat (ambtsdrager) yang menduduki jabatan (ambt) benar-benar dapat diandalkan.
Pengisian dan penentuan jabatan Dewan Komisioner OJK tidak dapat diserahkan kepada lembaga DPR sepenuhnya. Akan tetapi diperlukan panitia seleksi yang secara adil dan terbuka melakukan menyaringan secara ketat terhadap calon Dewan Komisioner OJK, baik yang melamar maupun yang diundang untuk melamar, untuk selanjutnya yang berhak memilih dan menetapkan adalah Presiden sebagai kepala Negara dan Pemerintahan.
Panitia seleksi juga dapat meminta lembaga-lembaga terkait seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Masyarakat Umum atau lembaga lainnya guna memastikan calon Dewan Komisioner OJK benar-benar berintegritas dan berkepribadian yang tercela, adil, negarawan serta ahli di sektor Jasa keuangan.
Untuk menjawab tuntutan tersebut, maka sangat diperlukan sebuah sistem rekrutmen yang berbasis Shared Responsibility System, artinya terdapat komposisi panitia seleksi yang terdiri dari berbagai kalangan, seperti misalnya Mantan Dewan Komisiner OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Akademisi, Praktisi Keuangan dan Tokoh Masyarakat, sebelum diajukan dan ditentukan oleh Presiden. Kedudukan Panitia Seleksi tentunya hanya sebatas membantu tugas Presiden untuk dapat memberikan gambaran terhadap beberapa calon untuk selanjutnya yang menentukan atas beberapa orang tersebut sepenuhnya menjadi hak perogratif Presiden.
Kalaupun ingin dipaksakan terhadap Keterlibatan DPR dalam seleksi Dewan Komisioner OJK, maka kewenangan DPR hanya diberikan hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan ataupun pertimbangan, atau sering dikenal dengan istilah sebagai hak untuk konfirmasi (right to confirm) lembaga legislatif, bukan sebagai hak untuk memilih dan menentukan (right to select) terhadap anggota Dewan Komisioner OJK.
Sistem pengisian jabatan yang demikian tentunya hanya satu dari sekian cara untuk menjamin kwalitas dan integritas Dewan Komisioner OJK terpilih. Pada akhirnya adalah bergantung pada komitmen dan integritas personal Dewan Komisioner OJK sejauh mana dapat menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai sumpah jabatan Dewan Komisioner OJK.
Harapan besar penulis, melalui sistem rekrutmen Dewan Komisioner OJK sebagaimana tersebut diatas, semoga Dewan Komisioner OJK terpilih benar-benar memiliki kualifikasi, kompetensi dan kinerja sesuai dengan yang diharapkan.