- Latar Belakang
Penyelenggaraan Negara yang menyimpang dari ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengakibatkan ketidakseimbangan kekuasaan diantara lembaga-lembaga Negara. Ketidakseimbangan ini terlihat dari corak kekuasaan Presiden yang berlebihan dan absolut. Hal ini diperparah dengan tidak berfungsinya lembaga-lembaga Negara lainnya sebagaimana mestinya. Misalnya, lembaga Legislatif yang terkesan hanya sebagai lembaga legislator bagi kesewenang-wenangan Presiden, dan juga lembaga Peradilan yang tidak mendapatkan kemerdekaan dan kemandirian dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal ini pada akhirnya melahirkan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga terjadi krisis multi dimensional pada hampir seluruh aspek kehidupan.
Reformasi pada akhirnya membawa perubahan mendasar dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak terkecuali dalam bidang kehidupan hukum dan politik. Perubahan yang demikian seakan-akan telah membawa Indonesia kealam yang yang lebih demokratis dan konstitusional, meskipun pada tataran praktis masih banyak terdapat kesemrawutan kehidupan yang telah dianggap demokratis dan konstitusional.
Amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah menghasilkan beberapa perubahan struktural dalam bidang format kelembagaan negara.1) Format kelembagan lembaga yang dimaksud diantaranya yakni dengan dibentuknya lembaga baru yang disebut Mahkamah Konstitusi yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenagannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu dan wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Kewenangan konstitusional yang dimiliki Mahkamah Konstitusi merupakan pelaksanaan dari prinsip checks and balance yang menempatkan semua lembaga Negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam penyelenggaraan Negara, sehingga tidak ada lembaga Negara yang merasa paling tinggi, dan tidak ada suatu lembaga Negara yang merasa paling rendah.
Fenomena keberadaan Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court) itu sendiri, didalam dunia ketatanegaraan dewasa ini, secara umum memang dapat dikatakan merupakan suatu yang baru. Di seluruh dunia Mahkamah Konstitusi hanya dikenal di 45 (empat puluh lima) Negara. Mahkamah Konstitusi menjadi trend terutama di Negara-negara yang baru mengalami perubahan rezim dari otoriterian ke rezim demokratis.2)
Sejalan dengan subtansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkakara tertentu di bidang ketatanegaraan. Perkara-perkara yang dimaksud adalah melaksanakan peradilan dalam sistem konstitusi, sebagai The Guardian of Constitution (penjaga konstitusi), dan sebagai penafsir konstitusi.3) Fungsi-fungsi yang ada diatas merupakan representasi dari kewenangan yang dimiliki oleh Mahakamh Konstitusi yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 maupun dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi.
Dalam menjalankan tugas konstitusionalnya, Mahkamah Konstitusi berupaya mewujudkan visi kelembagaannya yang terus dijunjung tinggi demi tegaknya konstitusi yang ada, yaitu: “Tegaknya Konstitusi dalam rangka mewujudkan cinta Negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yag bermantabat”.4) Visi tersebut menjadi pedoman bagi Mahakamah Konstitusi dalam menjalankan kekuasaan kehakiman yang yang diembannya secara merdeka dan bertanggung jawab sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Gagasan pembentukan Mahakamh Konstitusi pada dasarnya tidak lain adalah merupakan dorongan dalam penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan yang lebih baik, dan dapat diterima oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Paling tidak ada empat hal yang melatar belakangi dan menjadi pijakan dalam pembentukan Mahkamah Konstitusi, yakni sebagai implikasi dari paham konstitusionalisme, mekanisme checks and balances, penyelenggaraan Negara yang bersih (good governance), serta prinsip demokrasi dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).5)
Mahkamah Konstitusi selalu membuka diri untuk menerima pengaduan dari masyarakat yang merasa hak-hak konstitusionalnya dilanggar.6) Namun agaknya ungsi ini belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidak pahaman masyarakat awam akan fungsi konstitusi dan juga mungkin disebabkan oleh ketidak tahuan masyarakat akan keberadaan dan fungsi mahkamah konstitusi . oleh karenanya masuknya pengduan masyarakat yang hak konstitusionalnya dilanggar sangat terkait dengan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap konstitusi dan sosialisasi peran, fungsi, kedudukan maupun hubungan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya kepada masyarakat secara luas.
Kewenangan-kewenangan yang dimiliki beberapa lembaga Negara seringkali terdapat pertentangan antar lembaga Negara yang satu dengan lembaga Negara yang lainnya. Namun semua itu dapat terhindari apabila aparatur Negara paham dan mengetahui tentang peran, fungsi dari kedudukan yang digeluti. Apabila masing-masing lembaga Negara memahami akan wewenang yang ada pada dirinya yang temtunya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, maka sangat kecil kemungkinan untuk adanya suatu sengketa antar lembaga Negara, begitupun sebaliknya. Wewenang dan kedudukan yang dimiliki setiap lembaga Negara tentu terdapat hubungan dengan lembaga Negara yang lain, tidak terkecuali terhadap hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga lainnya. Karena dapat dipastikan kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh setiap lembaga Negara dibatasi, dan saling melengkapi, untuk itu lembaga yang satu merupakan bagian dari lembaga yang lainnya.
Hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya akan sangat penting untuk diketahui agar lebih mehamahami dan mengetahui seberapa jauh proses checks and balance yang dijalankan oleh masing-masing lembaga Negara.7) Pemahaman tentang hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya cukup sulit dipahami, karena memang belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara spesialis dan spesifik tentang hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara yang lainnya. Namun hal itu dapat dipahami dan dikaji dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai norma dasar (grundnorm) dan Undang-Undang sebagai aturan-aturan dasar Negara (staatgrundgesetz) yang mengatur tentang peran, fungsi, kedudukan lembaga Negara yang bersangkutan.
Uraian maupun penjelasan yang menyangkut mengenai hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya belum banyak dibahas oleh para pakar Hukum Tata Negara atau bahkan boleh dikatakan tidak ada. Padahal mengingat dari kegunaan dari pemahaman akan hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya sangat diperlukan guna mengantisipasi adanya sengketa kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga Negara terutama sengketa salah satu lembaga Negara dengan Mahkamah Konstitusi. Karena disatu sisi Mahkamah Konstitusi berwenang memutus sengketa antar lembaga Negara, disisi yang lain Mahkamah Konstitusi juga merupakan lembaga Negara yang tidak menutup kemungkinan untuk adanya sengketa dengan lembaga Negara lainnya.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya?
- Lembaga apa yang berhak menyelesaikan sengketa antara Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya?
III. Penjelasan Judul
Dalam proposal penelitian yang berjudul “HUBUNGAN DAN KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA” penulis memberikan penjelasan judul sebagai berikut:
- Hubungan adalah keterkaitan tata kerja Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara yang lainnya.
- Kedudukan adalah tingkatan dalam kelembagaan Negara.
- Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Lembaga Negara lainnya adalah lembaga Negara selain Mahkamah Konstitusi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Alasan Pemilihan Judul
Dasar pemilihan judul penelitian ini adalah seringkali terdapat kesalahan persepsi tentang pemahaman hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya oleh aparatur Negara maupun oleh kalangan masyarakat, sehingga terdapat persepsi bahwa suatu lembaga Negara tidak ada hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi dan juga terdapat pemahaman bahwa suatu lembaga Negara lebih tinggi kedudukannya dengan lembaga yang lainnya.
Alasan yang cukup kuat adalah bahwa belum ditemukannya suatu lembaga yang dapat memutus sengketa antara suatu lembaga Negara dengan Mahkamah Konstitusi yang salah satu kewenangannya memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahunm 1945. Apakah dapat dibenarkan apabila Mahkamah Konstitusi yang bersengketa, maka Mahkamah Konstitusi sendiri yang memutus sengketa yang bersangkutan.
- Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan penelitian ini adalah:
- Untuk menjelaskan hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya.
- Untuk menganalisis Lembaga yang berhak menyelesaikan apabila terdapat sengketa antara Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya.
- Manfaat Penulisan
Adapun manafat yang dapat diperoleh penulis dalam pembuatan proposal penelitian ini, yakni:
- Secara teoritis dapat menambah keilmuan dalam bidang Hukum Tata Negara yang berkaitan dengan Lembaga Negara
- Manafat Praktis adalah untuk membangun kesadaran dan pemahaman kepada publik akan hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara lainnya.
- Dapat menyelesaikan tugas yang diberikan Indah Purbasari, S.H., S.Pd selaku dosen mata kuliah Metode Penelitian Hukum
VII. Kajian Pustaka
Setelah Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen, banyak pergeseran yang terjadi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah bergesernya kelembagaan Negara.8)
Dalam hal ini, hubungan dan kedudukan Mahkamah Konstitusi terhadap lembaga Negara lainnya tidak termaktub dalam suatu peraturan perundang-undangan yang jelas, hanya sebagian terdapat dalam konstitusi. Namun pada umumnya satu hal yang paling pokok adalah Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman adalah bahwa:
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”(Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945)
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 telah ditegaskan bahwa:
“Negara Indonesia adalah Negara hukum”
Dalam negara hukum yang pokok adalah adanya pembatasan oleh hukum. Dalam arti bahwa segala sikap, tingkah laku dan perbutan baik yang dilakukan oleh para penguasa negara maupun oleh para warga negaranya harus berdasarkan hukum.9)
Untuk membatasi kekuasaan pemerintah, seluruh kekuasaan dalam pemerintah haruslah dipisahkan dan dibagi ke dalam kekuasaan yang mengenai bidang tertentu.10) Karena kalau kekuasaan tidak dipisahkan maka kekuasaan yang dimiliki akan cendrung semenang-menang.
Mengenai pemisahan kekuasaan ada doktrinyang sangat populer, yaitu doktrin trias politika. Trias politika adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan negara sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.11) Dalam dokrin ini kekuasaan dipisah menjadi 3 (tiga) bagian kekuasaan, yaitu: Kekuasaan Ekskutif, Kekuasaan Legislatif, dan Kekuasaan Yudikatif. Dokrin ini yang banyak dianut dan dikembangkan oleh hampir seluruh negara di dunia dengan berbagai varian yang ada.
Dari segi kelembagaan, prinsip trias politika biasanya diorganisasikan melalui dua cara, yaitu melalui sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) atau pembagian kekuasaa (distribution of power).12) pemisahan kekuasaan bersiat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang yang sederajat saling mengimbangi (checks and balance). Sedangkan pembagian kekuasaan bersiat vertical dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara vertical kebawah kepada lembaga-lembaga tinggi negara di bawah lembaga pemeganga kedaulatan rakyat.
Seperti yang dikatakan sebelumnya , bahwa Indonesia di bawah Undang-Undang Dasar 1945 teramandemen menganut teori pemisahan kekuasaan (pemisahan fungsi) yang di dalamnya terdapat mekanisme checks and balance. Fungsi oleh Hasan Zaini diartikan sebagai suatu lingkungan kerja untuk mencapai tujuan tertentu. Kedudukan suatu lembaga negara ditentukan oleh fungsinya. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, suatu fungsi dapat dipegang oleh lebih dari 1 (satu) lembaga negara dan sebaliknya 1 (satu) lembaga negara dapat memegang (mempunyai) lebih dari 1 (satu fungsi) . untuk menjalankan fungsinya lembaga negara harus dilengkapi dengan wewenang (kekuasaan). Sebagai negara hukum, maka segala lembaga negara tunduk dan berada di bawah Undang-Undang Dasar.13)
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1), salah satu kewenangan dari Mahkamah Konstitusi adalah memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara, yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Penegasan ini yang cukup multitafsir dan banyak diperdebatkan oleh kalangan praktisi hukum.14) Hal ini disebabkan pasca amandeman, konstitusi tidak memberikan kejelasan konsepsi tentang lembaga negara. Sedangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ternyata juga tidak memberikan kejelasan konsepsi tentang lembaga negara. Tidak adanya kejelasan konsepsi tentang lembaga negara menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi memang dapat menimbulkan penasiran yang beragam.
Pergeseran format kelembagaan negara yang ditandai dengan direduksinya status Majelis Permusyawaratan Rakyat yang kini tidak lahi sebagai pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat. Dengan demikian tidak dikenal lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara, yang ada hanyalah lembaga negara. Disamping itu ada beberapa lembaga yang sebelumnya merupakan bagian dari kekuasaan ekskuti, namun setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 lembaga tersebut independensinya dijamin oleh konstitusi.
Dalam menjalankan ungsi-fungsinya serinkali lembaga negara melakukan hubungan atau kerja sama, hubungan-hubungan itu memungkinkan untuk adanya konlik, yakni manakala suatu lambaga negara tidak bekerja dengan sebagaimana mestinya. Agar sistem itu tetap bekerja sesuai dengan yang dituju, konflik harus diselesaikan.15) disitulah peran Mahkamah Konstitusi sangat diperlukan dalam kerangkan mekanisme checks and balance.
Namun akan menjadi permasalahan apabila yang bersengketa adalah Mahkamah Konstitusi dengan lembaga lembaga negara yang lainnya, maka lembaga apa yang dapat menyelesaikan sengketa tersebut. Akankah Mahkamah Konstitusi juga yang akan memutus sengketa kewenangan tersebut.
VIII. Metodologi
- Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 junto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
- Bahan Hukum
Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi:
- Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 junto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
- Bahan Hukum Skunder
Bahan hukum skunder adalah bahan hukum yang berupa buku-buku referensi, media-media informasi yang berkaitan langsung maupun tidak dengan pembahasan.
- Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah teknik dokumentasi yakni mengumpulkan dan mengkaji bahan-bahan hukum yang ada baik hukum primer maupun bahan hukum skunder. Sedangkan pengolahan bahan hukum yang digunakan adalah dengan menginventarisasi bahan-bahan hukum yang ada kemudian disinkronkan dengan permasalahan-permasalahan yang berkembang terutama hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan publik.
- Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam pembuatan penelitian ini adalah metode induksi, yakni mengkaji dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menghasilkan kesimpulan yang bersifat umum.
- Penutup
Demikian proposal penelitian ini penulis buat, dengan harapan semoga dapat diterima dan dipergunakan dengan sebagai mana mestinya, atas perhatiannya penulis sampaikan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Referensi
Bambang Sutiyoso. 2005. Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Yogyakarta. UII Press
_______________. 2006. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti.
Fatkhurohman, dkk. 2004. Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Hasan Zaini. 1999. Pengantar Hukum Tata Negara. Bandung. Alumni.
Jimly Asshiddiqie. 2005. Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945. Yogyakarta. UII Press.
Mahfud MD. 1999. Pergulatan Politik dan Hukum. Yogyakarta. Gama Media.
Miriam Budiardjo. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia.
Soehino. 1985. Hukum Tata Negara. Yogyakarta. Liberty.
Zairin Harahap. 2005. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta KonPres.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPDRD
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD
Makalah
- Muktie Fajar. Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen. Makalah pada seminar Lembaga Negara yang diadakan PP-Otoda FH Brawijaya. 22 Oktober 2004.
KRHN. “Gagasan Pembentukan Mahkamah Konstitusi” Suatu Analisis Kritis. Makalah pada Semiloka “Rancangan Undang-Undang (RUU) Mahkamah Konstitusi” yang diselenggrakan oleh PP-Otoda FH Unibraw bekerja sama dengan KRHN. Batu, 18-19 Desember 2002.
Internet
Prakata dalam Home Page Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, http://mahkamah konstitusi.gi.id/
*****
1) Jimly Asshiddiqie. 2005. Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945. Yogyakarta. UII Press. Hal. 4
2) KRHN. “Gagasan Pembentukan Mahkamah Konstitusi” Suatu Analisis Kritis. Makalah pada Semiloka “Rancangan Undang-Undang (RUU) Mahkamah Konstitusi” yang diselenggrakan oleh PP-Otoda FH Unibraw bekerja sama dengan KRHN. Batu, 18-19 Desember 2002. Hal 3
3) Fatkhurohman, dkk. 2004. Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hal 78
4) Prakata dalam Home Page Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,
http://mahkamah konstitusi.gi.id/
5) Bambang Sutiyoso. 2006. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hal. 8
6) Bambang Sutiyoso. 2005. Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Yogyakarta. UII Press . Hal. 50
7) A. Muktie Fajar. Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen. Makalah pada seminar Lembaga Negara yang diadakan PP-Otoda FH Brawijaya. 22 Oktober 2004. Hal. 4
8) Fatkhurohman, dkk. Ibid. Hal.59
9) Soehino. 1985. Hukum Tata Negara. Yogyakarta. Liberty. Hal.9
10) Mahfud MD. 1999. Pergulatan Politik dan Hukum. Yogyakarta. Gama Media. Hal.280
11) Miriam Budiardjo. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia. Hal. 151
12) Jimly Asshiddiqie. Ibid. Hal. 35
13) Hasan Zaini. 1999. Pengantar Hukum Tata Negara. Bandung. Alumni. Hal. 261
14) Zairin Harahap. 2005. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta KonPres. Hal.36
15) Zairin Harahap. Ibid. Hal. 277