Perlukah KASN Dibubarkan ?
Salah satu hasil kesepakatan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati 49 RUU Prolegnas Prioritas tahun 2017. Satu diantara sekian hasil kesepakatan tersebut adalah usul dari DPR tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Wacana yang bergulir adalah membubarkan Lembaga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), karena dianggap Fungsi pengawasan KASN tidak optimal dan tidak jauh berbeda dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Rencana pembubaran itu tertera dalam Pasal 27 s/d Pasal 42 draf revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menghapus pengaturan perihal tugas, wewenang, dan Kedudukan KASN.
Terhadap wacana pembubaran Lembaga KASN tersebut setidaknya terdapat 2 (dua) perbedaan pandangan dari berbagai kalangan baik DPR sebagai leading sector/penggagas terhadap rencana pembubaran Lembaga KASN ataupun dari pihak-pihak lainnya yang konsen terhadap pembenahan birokrasi di Pemerintahan.
Adapun perbedaan pandangan tersebut diantaranya adalah, Pertama pihak-pihak yang menginginkan mempertahankan Lembaga KASN, atau bahkan memperkuat kedudukan, fungsi dan tanggung jawab KASN dalam upaya menciptakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang professional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.
Kedua adalah mewakili pihak-pihak yang berkeinginan untuk membubarkan lembaga KASN. Alasan besar dari pihak-pihak yang berada pada barisan kelompok ini adalah kurang efektifnya ruang dan lingkup kerja lembaga KASN selama ini dalam upaya mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan dalam Pemerintahan.
Terhadap 2 (dua) pandangan tersebut, maka timbul pertanyaan besar yakni Benarkah KASN dibutuhkan? Atau bahkan perlu untuk dibubarkan ?
Untuk menjawab problem atas pertanyaan diatas, maka perlu kiranya melihat dari perspektif teori kelembagaan Negara. Secara teoritis KASN merupakan bagian dari lembaga negara penunjang atau badan penunjang yang berfungsi untuk menunjang fungsi alat kelengkapan Negara lainnya, atau lembaga dimaksud sering disebut sebagai States auxiliary organ/agency.
Keberadaan States auxiliary organ/agency bertujuan untuk menghadapi perkembangan Negara yang semakin komplek disatu sisi, disisi yang lain Negara harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, untuk itu dibutuhkan lembaga penunjang yang sebagian besar lembaga tersebut adalah lembaga-lembaga yang mempunyai fungsi pembantu dan bukan lembaga yang memiliki fungsi utama dalam Pemerintahan.
Dalam negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia, Presidenlah yang pertama mengetahui, lembaga macam apa yang diperlukan untuk menangani masalah-masalah tertentu dalam mewujudkan tujuan nasional (negara), sehingga keberadaan Keberadaan lembaga-lembaga yang bersifat States auxiliary organ/agency merupakan murni berdasarkan analisa dan hak Presiden sebagai Kepala Pemerintahan untuk mengadakannya, meskipun tetap organ Negara lainnya dalam hal ini lembaga Yudikatif dapat mengawasi terhadap pembentukan lembaga-lembaga dimaksud.
Perlu Pengetatan
Bergulirnya Reformasi juga ditandai dengan berkembangnya kelembagaan Negara yang tidak dilandasi sebuah perencanaan yang jelas, sehingga muncullah anekdot “Peraturan baru, Lembaga baru”. Dalam catatan penulis sampai dengan tahun 2016 setidaknya terdapat 687 Kelembagaan Negara di Indonesia. Tentu dari sekian banyak lembaga tersebut terdapat lembaga-lembaga baru tersebut lahir sebagai jawaban atas problematika persoalan bagsa yang tidak atau bahkan belum dapat diselesaikan oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya.
Munculnya lembaga-lembaga baru yang menjalankan fungsi sebagai States auxiliary organ/agency ini tentu selain sering menimbulkan benturan kewenangan dengan lembaga-lembaga yang sudah ada sebelumnya, juga menyebabkan membengkaknya pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh Negara, sehingga berakibat terhadap pembiayaan yang membebani Keuangan Negara.
Atas dasar itulah sangat diperlukan upaya penataan kembali dalam usaha pembentukan kelembagaan Negara, melakukan peleburan terhadap lembaga-lembaga yang tidak berfungsi secara optimal atau memiliki fungsi yang hampir sama, dan melakukan pengetatan terhadap pembentukan lembaga-lembaga Negara baru serta memfungsikan lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya dengan sebaik-baiknya.
KASN dibubarkan ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus mengetahui dasar dan tujuan awal dibentuknya KASN. Tujuan penting dibentuknya KASN sebenarnya terletak pada harapan akan terciptanya birokrasi yang professional dengan berbasis pada merit sistem (kualifikasi, kompetensi dan kinerja). Merit sistem sendiri memiliki tujuan untuk dapat menghasilkan birokrasi yang professional dan berkwalitas serta jauh dari intervensi dan tekanan politik dalam pemerintahan. Sehingga apabila kita melihat pada Tujuan awal dibentuknya KASN, maka tentu tujuannya bersifat mulia, yakni berupaya meningkatkan kwalitas birokrasi dalam melayani kepada masyarakat.
Dari segi kelembagaan juga banyak dipertentangkan, utamanya kedudukan KASN terhadap lembaga sejenis lainnya seperti pengawasan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Inspektorat yang ada pada tiap masing-masing daerah. Problem hubungan kelembagaan antara KASN dengan Kemenpan RB harus diposisikan sebagai mitra kerja yang dalam hal ini sama-sama bertujuan menciptakan reformasi birokrasi dalam pemerintahan, meskipun posisi dan kedudukan Menteri PAN RB sebagai Pejabat Negara dan KASN bukan sebagai Pejabat Negara akan tetapi diharapkan tercipta kesinambungan dalam pelaksanaan kewenangan antar keduanya. Begitu juga hubungan antara KASN dengan BKN, harus terdapat hubungan sinergis antara kedua lembaga dimaksud.
Sedangkan yang menjadi perhatian serius dan menarik adalah kedudukan, peran dan fungsi Inspektorat dalam melakukan pengawasan Birokrasi yang ada didaerah. Fungsi pengawasan Inspektorat selama ini kurang begitu optimal, hal ini dikarenakan Inspektorat dibentuk dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah, sehingga dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tunduk dan patuh kepada Kepala Daerah, untuk itu sangat jarang sekali Inspektorat berani dan menentang terhadap kebijakan Daerah yang tidak pro terhadap pelaksanaan reformasi tata kelola pemerintahan yang bersih dari praktik KKN (good governance).
Untuk menghindari hal yang demikian, penulis mengusulkan agar kedudukan Inspektorat secara hierarkis dapat diangkat dan bertanggung jawab kepada KASN, sehingga Inspektorat merupakan kepanjangan tangan dari KASN yang ada di daerah. Tujuannya adalah fungsi dan peran baik KASN dan Inspektorat dapat berfungsi dengan optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan birokrasi yang ada didaerah.
Selain itu Kemenpan RB harus ditempatkan sebagai lembaga yang bersifat mengatur, sedangkan BKN adalah lembaga supporting yang bersifat administratif dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, sedangkan KASN harus ditempatkan sebagai lembaga yang berfungsi sebagai lembaga pengawas dan penindakan atas penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN, bahkan apabila diperlukan KASN juga dapat bersinergi dengan aparat penegak hukum lainnya dalam hal melakukan penindakan baik yang bersifat pidana maupun administrasi.
Berdasar pada pertimbangan diatas, maka hemat penulis tidak perlu untuk melaksanakan pembubaran lembaga KASN, selain usianya masih relatif muda (berjalan 2 tahun) dan belum menunjukkan eksistensi peran dan fungsinya, diperlukan juga pemantapan fungsi KASN sebagai lembaga pengawas dan penindakan atas kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN diseluruh Indonesia. Sehingga keadilan untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik benar-benar dapat dirasakan oleh segenap masyarakat di Indonesia.