Berdasar Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 11 UU BUMN, diatur bahwa pada Persero berlaku prinsip-prinsip hukum PT. Untuk itu seluruh sifat dan karakter PT sudah “seharusnya” menjadi sifat dan karakter Persero. Kemandirian PT yang tidak lain juga kemandirian Persero sebagai separate legal entity, memberi pemahaman bahwa “penyertaan modal negara” dalam Persero merupakan kekayaan Persero, dan bukan lagi kekayaan Negara.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU PT, PT ditentukan sebagai badan hukum atau legal entity atau rechtspersoon yang dibedakan dari natural person. Ketentuan ini penting sebab tidak semua badan usaha merupakan badan hukum. Status badan hukum diperoleh bila undang-undang tegas menetapkan tentang hal itu. Dalam literatur ditemukan dua macam badan hukum. Rudhi Prasetya membedakan badan hukum publik (publiekrechtelijke rechtspersoon) dan badan hukum privat (privatrechtelijke rechtspersoon). Pembedaan ini tidak penting, tetapi sangat bermanfaat untuk mengetahui batas-batas keberlakuan antara hukum privat dan hukum publik. Dikatakan bahwa dalam badan hukum privat secara otomatis hanya berlaku hukum privat, tetapi dalam badan hukum publik tidak berarti hanya berlaku hukum publik. Penegasan penting van Praag yang dikutip Rudhi Prasetya terkait hal ini secara keseluruhan dikutip sebagai berikut:
hukum privat adalah hukum yang berlaku umum, baik untuk orang perorangan dan badan privat maupun badan publik. Sedangkan hukum publik justru hukum yang berlaku khusus, khusus untuk badan hukum publik. Hanya dalam keadaan tertentulah dapat ditiadakan berlakunya hukum privat terhadap badan hukum publik hingga semata-mata dalam keadaan itu berlaku hukum publik. Dalam keadaan bagaimana hingga berlakunya hukum privat dikesampingkan, hal ini tergantung hukum positif yang menentukan. Biasanya hukum positip akan menentukan bila terhadap suatu perbuatan tertentu yang harus dilakukan oleh badan hukum publik itu menyangkut kepentingan lebih luas.
Konsekuensi PT adalah badan hukum, membawa dampak yang sangat kuat. PT harus dianggap sebagai subyek hukum yang mandiri (persona standi in judicio). Kedudukan ini berakibat bahwa PT mempunyai kewenangan sama seperti manusia atau “have same powers as an individual to do all things necessary or convinient to carry on business or affairs”. PT mempunyai hak dan kewajiban sendiri terpisah (separate) dari para pendirinya. Kedudukan pendiri adalah pemegang saham. Hutang PT adalah bukan hutang para pemegang saham. Tanggung jawab PT hanya terbatas pada jumlah saham yang ditanamkan pada PT.
Sistem pertanggungjawaban terbatas pada PT pada dasarnya menganut prinsip bahwa PT hanya bertanggung jawab sebatas harta kekayaannya. Demikian pula halnya dengan Persero, karena Persero adalah PT. Dalam sejarahnya sistem pertanggungjawaban terbatas (limited liabilty) pada PT ini pernah banyak membawa manfaat bagi perdagangan terutama di Inggris dan negara-negara Eropa. Mendirikan perseroan tanpa membahayakan aset pribadi sangat menguntungkan para pemegang saham.
Sistem pertanggungjawaban terbatas hanya sampai harta PT, diatur Pasal 3 (1) UU PT bahwa: “Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya”. Penjelasan Pasal 3 (1) UU PT menyebut bahwa, “ketentuan dalam Pasal 3 (1) mempertegas ciri perseroan terbatas, bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar nilai saham yang diambilnya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya”.
Penyetoran modal baik pada saat pendirian maupun saat penambahan modal PT merupakan suatu penyertaan yang hanya dapat dilakukan dalam bentuk pembelian saham-saham. Konsekuensi dari adanya lembaga saham ini, maka ketika negara menyertakan modalnya dalam Persero, harus pula dilakukan melalui “pembelian saham-saham”. Demi hukum kekayaan negara yang dipisahkan itu menjadi kekayaan Persero, bukan lagi menjadi kekayaan negara. Kedudukan negara sejak saat itu berubah menjadi pemegang saham yang kedudukannya sejajar dengan pemegang saham lain.
Dalam kedudukan sebagai pemegang saham, negara dapat menggunakan hak-haknya seperti pemegang saham umumnya. Hal tersebut diatur dalam UU PT dan Anggaran Dasar perseroan. Dalam Pasal 52 (1) UU PT ditentukan bahwa saham memberikan hak-hak mendasar terkait kepentingan pemegang saham pada perseroan yaitu, penggunaan hak suara, dividen dan hak lain sebagai berikut: menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; dan menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang.
Menurut Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, SH dalam buku “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi” – Terbitan Mahkamah Konstitusi, menegaskan cirri-ciri institusi berbadan hukum adalah :
- Harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subjek hukum yang lain.
- Mempunyai tujuan ideal tertentu yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
- Mempunyai kepentingan sendiri dalam lalu lintas hukum.
- Ada organisasi kepengurusannya yang bersifat teratur menurut peraturan perundangundangan yang berlaku dan peraturan internalnya sendiri.
Holder, Binder dan F.J. Oud mendefinisikan badan hukum sebagai subyek hukum, memiliki harta kekayaan yang dikelola oleh pengurus badan hukum tersebut. Pengurus memiliki daya berkehendak untuk mengelola harta kekayaan tersebut sebagai hak yang melekat karena jabatannya selaku pengurus dari badan hukum. Terkait dengan pengertian badan hukum tersebut jika maksud pendirian BUMN adalah untuk profit oriented maka sebaiknya BUMN tersebut berbadan hukum Perseroan Terbatas, dengan demikian pengaturan dan mekanisme operasionalnya tunduk kepada Undang-undang Perseroan Terbatas yang merupakan ranah hukum privat.
PT memiliki harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari hartakekayaan pemegang saham. Harta kekayaan tersebut diperoleh dari setoran para pendiri yang kemudian menjadi para pemegang saham berupa modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal disetor penuh. Harta kekayaan tersebut diperlukan sebagai alat untuk mencapai tujuan perseroan. Bila dikemudian hari timbul tanggugjawab hukum yang harus dipenuhi oleh PT, maka sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) UU PT, tanggungjawab yang timbul tersebut semata-mata dibebankan kepada harta yang terkumpul dalam PT tersebut. Didalam mekanisme PT, berlaku beberapa prinsip yang memungkinkan perusahaan lebih fleksibel, pengambilan keputusan lebih cepat dan akuntabel.
Perbedaan antara badan hukum publik dengan badan hukum perdata, terletak pada bagaimana cara pendiriannya badan hukum tersebut, seperti yang diatur di dalam Pasal 1653 KUHPerdata yaitu ada tiga macam, yakni :
- Badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah atau Negara).
- Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum.
- badan hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan (badan hukum dengan konstruksi keperdataan).
Untuk membedakan kedua jenis badan hukum tersebut, dicari kriteria keduanya yaitu pada badan hukum perdata ialah badan hukum yang didirikan oleh perseorangan, sedangkan pada badan hukum publik ialah badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum.
Di kalangan sarjana Jerman, mereka berpendapat bahwa perbedaan antara badan hukum publik dan badan hukum perdata terletak pada, apakah badan hukum tersebut mempunyai kekuasaan sebagai penguasa? Dan badan hukum itu dianggap mempunyai kekuasaan sebagai penguasa, yaitu jika badan hukum tersebut dapat mengambil keputusan-keputusan dan membuat peraturan-peraturan yang mengikat orang lain yang tidak tergabung dalam badan hukum tersebut (wewenang).
Tetapi, menurut de heersende’ leer, kriteria yang ada di Indonesia tidak mempergunakan kriteria dari Jerman. Di Indonesia yang dipergunakan adalah :
- Yang berdasarkan terjadinya.
- Lapangan pekerjaan dari badan hukum itu, yaitu apakah lapangan pekerjaan itu untuk kepentingan umum atau tidak.
Jika untuk kepentingan umum, maka badan hukum itu adalah badan hukum publik, tapi jika untuk perseorangan adalah badan hukum perdata.
Menurut Soenawar Soekowati di Indonesia untuk menentukan perbedaan antara badan hukum publik dan badan hukum perdata, dapat digunakan dari gabungan pendapat dari de heersende’ leer dan para sarjana Jerman, untuk saling melengkapi serta ketentuan dalam Pasal 1653 KUHPerdata. Soenawar Soekowati beranggapan bahwa badan hukum yang didirikan dengan konstruksi hukum publik, belum tentu merupakan badan hukum publik dan juga belum tentu mempunyai wewenang publik. Sebaliknya juga, badan hukum yang didirikan oleh orang-orang swasta, namun dalam stelsel hukum tertentu badan tersebut mempunyai kewenangan publik. Jadi untuk dapat memecahkan masalah tersebut, dalam stelsel hukum Indonesia dapat digunakan kriteria, yaitu :
- dilihat dari cara pendiriannya atau terjadinya, artinya badan hukum itu diadakan dengan konstruksi hukum publik yaitu didirikan oleh penguasa dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, juga meliputi ckiteria berikut ;
- lingkungan kerjanya, yaitu apakah dalam melaksanakan tugasnya badan hukum itu pada umumnya dengan publik atau umum melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, artinya bertindak dengan kedudukan yang sama dengan publik atau tidak. Jika tidak, maka badan hukum itu merupakan badan hukum publik ; demikian pula dengan kriteria.
- Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan oleh penguasa itu diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum. Jika ada wewenang publik, maka ia adalah badan hukum publik.
Jika ketiga kriteria diatas terdapat pada suatu badan atau badan hukum, maka dapat disebut badan politik.
Macam Badan Hukum Publik
- badan hukum yang mempunyai teritorial.
suatu badan hukum itu pada umumnya harus memperhatikan atau menyelenggarakan kepentingan mereka yang tinggal di dalam daerah atau wilayahnya.
- badan hukum yang tidak mempunyai teritorial.
suatu badan hukum yang dibentuk oleh yang berwajib hanya untuk tujuan tertentu saja.
Macam Badan Hukum Perdata
- perkumpulan (vereniging) diatur dalam Pasal 1653 KUHPerdata, Stb. 1870-64, dan Stb. 1939-570.
- perseroan terbatas, diatur dalam Pasal 36 KUHDagang.
- rederji, diatur dalam Pasal 323 KUHDagang.
- kerkgenootschappen, diatur dalam Stb. 1927-156.
- koperasi, diatur dalam UU Pokok Koperasi No.12 tahun 1967.
- yayasan, dll.