MENYOAL BATASAN WEWENANG PLT KEPALA DAERAH

Menyoal Batasan Wewenang Plt Kepala Daerah

Bicara tentang wewenang (bevoegdheid) selalu menarik untuk dikaji, hal ini mengingat pelanggaran terhadap Kewenangan yang bersifat tertulis (rechmatigheid), maka akan dapat dikategorikan sebagai tindakan Penyalahgunaan Wewenang (de tournament de pouvoir).

Dalam hukum administrasi Negara penyalahgunaan wewenang dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yakni melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Untuk itu dalam setiap pelaksanaan wewenang Pemerintahan, maka menuntut adanya pertanggung jawaban hukum dan moral.

Muncul pertanyaan Bagaimana dengan kewenangan Plt Kepala Daerah ? Apakah sama dengan kewenangan Kepala Daerah non aktif atau sedang menjalani cuti di luar tanggungan Negara ?

Pertanyaan itu sekaligus menjawab munculnya petisi online yang meminta “Usut dan Pidanakan Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono atas Penyalahgunaan Wewenang” yang dibuat Indra Krishnamurti di website change.org

Untuk menjawab pertanyaan diatas, kita harus melihat konsep tentang pengisian jabatan dalam pemerintahan. Secara teoritis pengisian jabatan dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, Pertama  pengisian jabatan dengan Pemilihan (elected) dan yang Kedua pengisian jabatan dengan pengangkatan (appointment).

Menurut Hans Kelsen, kualitas individu sebagai organ negara ditentukan oleh fungsinya.  Pejabat yang dipilih dengan model Pemilihan (elected) atau dikarenakan atas pertimbangan yang bersifat politik maka dapat dikategorikan sebagai Pejabat Negara “political appointee”, sedangkan pejabat yang pengisian jabatannya atas dasar pengangkatan/penunjukan (appointment) atau dikarenakan murni karena alasan administratif, maka dikategorikan sebagai pejabat negeri “administrative appointee”.

Berdasar pada teori itulah maka sangat berbeda antara Jabatan Kepala Daerah dengan Plt Kepala Daerah. Perbedaan itulah yang juga mengakibatkan perbedaan atas kewenangan antar keduanya. Kepala Daerah sebagai Pejabat Negara berwenang penuh atas kewenangan yang diberikan oleh Peraturan Perundang-Undangan, sedangkan Plt Kepala Daerah berkedudukan sebagai Pejabat Administratif, yang bertindak tidak penuh atau terbatas pada hal-hal yang bersifat administratif dalam melaksanakan wewenang Kepala Daerah non aktif.

Secara normatif Pasal 34 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan kewenangan kepada Atasan Pejabat yang bersangkutan untuk menunjuk Pejabat Pemerintahan yang memenuhi persyaratan untuk bertindak sebagai pelaksana harian (Plh) atau pelaksana tugas (Plt) apabila terdapat Pejabat yang berhalangan menjalankan tugasnya. Akan tetapi Pasal 34 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2014, tidak memberikan pembatasan secara tegas terhadap tugas dan wewenang baik Plt maupun Plh.

Guna mempertegas batasan wewenang Plt Kepala Daerah itulah, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor: 74 Tahun 2016 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Sedangkan Badan Kepegawaian Negara juga mengeluarkan Surat Kepala BKN No. K.26-30/V.20-3/99 tentang Kewenangan Pelaksana Harian (PLH) dan Pelaksana Tugas (PLT) dalam Aspek Kepegawaian.

Adapun point penting Surat Kepala BKN No. K.26-30/V.20-3/99 adalah diaturnya batasan wewenang Plt/Plh, yakni terhadap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui Mandat tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.

‘Keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis’ menurut UU Administrasi Pemerintahan diartikan sebagai Keputusan dan/atau Tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah. Sedangkan maksud ‘perubahan status hukum kepegawaian’ adalah melakukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai’.

Rincian pembatasan bagi Plt atau Plh sesuai Surat Kepala BKN No. K.26-30/V.20-3/99  diantaranya Pertama, tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian. Kedua, tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai.

Ketiga, kewenangan Plh atau Plt adalah (i) menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja; (ii) menetapkan kenaikan gaji berkala; (iii) menetapkan cuti selain cuti di luar tanggungan negara; (iv) menetapkan surat penugasan pegawai; (v) menyampaikan usul mutasi kepegawaian kecuali perpindahan antar instansi; dan (vi) memberikan izin belajar, izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi/administrasi, dan izin tidak masuk kerja.

Berbeda dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor: 74 Tahun 2016, dimana Plt Kepala Daerah memiliki tugas dan wewenang a.            memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; b. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; c. memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang definitif serta menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil; d. menandatangani Perda tentang APBD dan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri; dan e. melakukan pengisian dan penggantian pejabat berdasarkan Perda Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Apabila dilihat secara seksama, maka kewenangan Plt Kepala Daerah dalam Permendagri No. 74 Tahun 2016 bertentangan atau terjadi disharmonisasi norma/konflik norma dengan Surat Kepala BKN No. K.26-30/V.20-3/99, dimana melalui Surat Kepala BKN No. K.26-30/V.20-3/99, Plt/Plh dinyatakan tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian, dan tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai.

Akan tetapi melalui Permendagri No. 74 Tahun 2016 pelaksanaan kewenangan yang bersifat strategis, dan kewenangan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai dapat dilakukan oleh Plt Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Mana yang lebih tepat Permendagri No. 74 Tahun 2016 atau Surat Kepala BKN No. K.26-30/V.20-3/99? Secara konsep hukum kewenangan Plt Kepada Daerah merupakan bagian dari pelaksanaan kewenangan Mandat, yang berarti  kewenangan yang dijalankan merupakan pelimpahan wewenang dari atasan kepada bawahan (dalam hal ini dari Mendagri kepada Plt Kepala Daerah), sehingga tanggung jawab hukum dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat (mandataris).

Dengan demikian apabila merujuk pada konsep pembatasan kewenangan Plt Kepala Daerah sebagaimana tertuang dalam 2 (dua) pengaturan baik Permendagri No. 74 Tahun 2016 dan Surat Kepala BKN No. K.26-30/V.20-3/99, maka hemat penulis yang paling tepat adalah konsep pengaturan pembatasan kewenangan Plt Kepala Daerah sesuai dengan Permendagri No. 74 Tahun 2016.

Hal itu mengingat Plt Kepala Daerah merupakan Pejabat yang memperoleh wewenang Mandat dari Mendagri untuk melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah yang sedang berhalangan, yang dalam menjalan tugas dan wewenangnya bertanggung jawab kepada Menteri selaku Pejabat Pemberi Mandat, sehingga secara otomatis dalam menjalankan tugas dan wewenang yang bersifat strategis, maka Plt Kepala Daerah wajib mendapat persetujuan tertulis dari Menteri (Pemberi Mandat).

Namun tentu yang menjadi catatan bagi kita semua, utamanya pembentuk peraturan perundang-undangan adalah diperlukan sinergi dan duduk bersama dalam upaya harmonisasi pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, sehingga disharmonisasi hukum seperti yang terjadi diatas dapat dihindari, tujuannya adalah untuk menghindari kebingungan hukum bagi masyarakat luas.

Link : Menyoal Batasan Wewenang Plt Kepala Daerah

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Verifikasi Bukan Robot *