Seperti yang sering terjadi belakangan, bencana alam terjadi hampir diseluruh belahan bumi Indonesia yang tanpa terduga sebelumnya oleh indera penglihatan manusia, tentunya juga akan berakibat pada pelaksanaan Pemilihan Umum baik pemilu legislatif yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 maupun terhadap pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 mendatang, apabila dimungkinkan terjadinya bencana pada saat Pemilu digelar. Ancaman terhadap terjadinya bencana alam saat ini harus menjadi perhatian serius bagi penyelengara pemilu demi terciptanya kondisi yang aman dan tenteram serta menghasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang amanah sesuai dengan tujuan bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Salah satu dampak yang sangat memprihatinkan apabila pemilu tidak dapat diselenggarakan sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan yang diakibatkan oleh keadaan dimana terdapat suatu kondisi diluar daya nalar manusia yang tidak memungkinkan untuk diselenggarakannya pemilu, yakni salah satunya diakibatkan oleh terjadinya bencana alam, baik dalam ruang lingkup kecil, sedang maupun besar sehingga berdampak pada keselamatan dan keamanan nasional, sehingga demi kepentingan umum baik pemilu legislatif dan Presiden serta Wakil Presiden belum dapat dilaksanakan sebagaimana tahapan yang telah ditentukan sebelumnya. Tentu berdasarkan kondisi demikian akan berdampak tehadap terjadinya suatu kejadian atau peristiwa yang dinamakan krisis konstitusional di Indonesia.
ANCAMAN KRISIS KONSTITUSIONAL
Krisis Konstitusional merupakan kondisi dimana konstitusi atau Undang-Undang Dasar yang sah dan berlaku secara umum dalam suatu Negara tidak mampu menjawab tantangan yang terjadi dalam peristiwa konkrit dilapangan, hal itu disebabkan oleh tidak mengaturnya konstitusi dalam suatu Negara atau terdapat kekosongan hukum mengenai peristiwa tertentu yang diluar daya nalar atau kemampuan pembentuk Konstitusi atau Undang-Undang Dasar untuk menuangkan ke dalam aturan dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz). Dalam kondisi demikian terjadi suatu kondisi yang luar biasa dimana terdapat kegentingan yang luar biasa dalam penyelenggaran Negara dan Pemerintahan, sehingga harus dicarikan jalan keluar yang baik guna mengantisipasi krisis konstitusional yang kemungkinan akan terjadi di Indonesia.
Apabila dianalisis secara mendalam melalui Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, maka terdapat beberapa hal yang dapat mengakibatkan Indonesia akan berpeluang terhadap terjadinya suatu kondisi krisis konstitusional. Potensi krisis konstitusional di Indonesia lebih diakibatkan oleh adanya kekosongan Jabatan (vacum of power) baik Presiden mapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), padahal masa Jabatan yang bersangkutan telah selesai (selama 5 tahun) dan belum terdapat hasil yang sah dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melanjutkan masa atau periode berikutnya. Potensi atas kondisi tersebut dilatarbelakangi oleh adanya ketidakmampuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan pemilihan umum sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan diakibatkan oleh peristiwa tertentu diluar akal dan nalar manusia, sehingga terdapat suatu kondisi kekosongan dan kevakuman kekuasaan lembaga Presiden mapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sedangkan tidak terdapat kewenangan dalam lembaga Negara manapun untuk memperpanjang masa jabatan Presiden mapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tersebut. Kondisi demikian yang dapat mengakibatkan terjadinya krisis konstitusional.
Selain itu dimungkinkan terjadinya suatu krisis konstitusional yakni apabila karena satu atau beberapa alasan, Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap, misalnya dimakzulkan (impeachment) oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pada saat keadaan normal, aturan yang dikenal dalam Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen adalah lahirnya lembaga yang disebut Triumvirat, yakni Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri melanjutkan pemerintahan sampai terselenggaranya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang baru. Persoalannya, apabila sebelum dimakzulkan, Presiden menyatakan Kabinet Demisioner, maka tidak akan pernah ada Triumvurat. Untuk itu akan terdapat suatu kondisi dimana terdapat kekosongan Jabatan Presiden, sekaligus kekosongan konstitusional yang tidak mampu menjawab persoalan sebagaimana tersebut diatas.
Pada saat kondisi Negara dalam keadaan krisis konstitusional, yakni krisis yang terjadi pada sebuah negara tapi tidak ada jalan keluar konstitusional untuk mengatasinya, maka akan sangat rentan sekali terhadap perebutan kekuasaan. Untuk itu dimungkinkan terjadinya suatu kondisi Negara dalam keadaan darurat (state emergency) atau istilah lainnya (staatsnoodercht) sehingga mengancam terhadap keutuhan bangsa dan Negara. Dengan demikian akan sangat membahayakan bagi keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan dikarenakan terdapat kekosongan jabatan lembaga Negara yang memegang peranan penting dalam upaya mencapai tujuan Negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kondisi yang demikian bukan tidak mungkin akan terjadi, mengingat seiring perjalanan waktu tidak terdapat seorangpun yang menjamin terhadap kondisi Negara dalam keadaan normal (ordinary condition) atau (normal condition), kadangkala akan timbul atau terjadi keadaan tidak normal yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.
JALAN KELUAR
Altelnatif solusi terhadap peluang terjadinya Krisis Konstitusional paling tidak terdapat 3 (tiga) macam pilihan solusi, diantanya : (1) Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dengan mencantumkan perihal yang berkaitan dengan jalan keluar terhadap kemungkinan terjadinya Krisis Konsitusional, yakni dengan memfungsikan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk dapat memperpanjang atau memilih Kepala Negara dan Pemerintahan atau DPR, DPD serta MPR untuk sementara waktu sampai dengan pemilihan umum dapat diselenggarakan, sehingga secara definitif terpilih secara sah baik Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD dan MPR. Tentu pilihan ini membutuhkan kemauan dan keinginan yang kuat dari pembentuk Undang-Undang Dasar untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945. (2) Presiden dapat mengeluarkan Dekrit untuk memperpanjang masa jabatannya atau masa jabatan DPR, DPD serta MPR sampai dengan pemilihan umum dapat diselenggarakan, namun pilihan ini tentu akan menciptakan iklim politik yang tidak kondusif, mengingat apabila terdapat beberapa orang yang tidak sependapat dengan dekrit, maka akan terjadi perebutan kekuasaan dengan jalan peperangan, kudeta dan lain sebagainya. (3) Mengadakan Referendum atau melaksanakan pemerintahan yang didasarkan pada pengawasan secara langsung oleh rakyat, terutama terhadap kebijaksanaan yang telah, sedang, atau yang akan dilaksanakan oleh badan legislatif atau eksekutif. Dengan demikian rakyatlah yang menentukan arah kebijakan yang akan diambil untuk mengatasi Krisis Konstitusional, akan tetapi langkah yang demikian sangat rentan dengan adanya konflik kepentingan, mengingat daerah dan geografis rakyat Indonesia yang begitu luas, maka dimungkinkan akan terdapat beberapa perbedaan-perbedaan yang tidak dapat dibendung.
Dengan demikian menjadi harapan bersama semoga Pemilu 2014 berjalan dengan lancar sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan, sehingga ancaman Krisis Konstitusional sebagaimana ulasan diatas, hanya merupakan antisipasi sekaligus upaya mencari jalan keluar dalam hal Krisis Konstitusional benar-benar terjadi.